Apa itu logical fallacy dan apa saja macam-macamnya? Yuk kita pelajari bersama.
—
Pernah dengar istilah logical fallacy? Kalau kamu aktif di media sosial, mungkin kamu sudah tidak asing dengan istilah tersebut terlebih kalau ada debat adu pendapat. Ketika seseorang menyampaikan pendapatnya yang salah, orang lain membalas dengan, “Ah, logical fallacy. Googling dulu dong sebelum ngomong!” Nah, sebenarnya apa sih logical fallacy itu?
Apa Itu Logical Fallacy?
Logical fallacy adalah penggambaran bagaimana seseorang memiliki pola pikir yang salah atau sesat. Dalam bahasa Indonesia, logical fallacy disebut juga dengan sesat pikir atau kesalahan logika. Kesalahan ini bisa disebabkan karena seseorang tidak mengetahui topik yang ia bahas, salah pemahaman, atau tidak serius dalam beropini.
Tujuan dari logical fallacy bisa beragam, mulai dari adu domba, propaganda, dan trik penipuan. Logical fallacy tidak hanya terjadi pada satu pihak saja, melainkan bisa terjadi pada dua pihak atau lebih ketika beropini.
Ada beberapa macam logical fallacy yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Yuk, simak perbedaannya!
Jenis-Jenis Logical Fallacy
1. Ad Hominem
Ad hominem adalah jenis logical fallacy yang menyerang sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan topik pembahasan. Bentuk serangan ini bisa tertuju pada situasi kehidupan lawan bicara seperti bentuk tubuh, keadaan finansial, dan lain sebagainya.
Contoh ad hominem bisa ditemui ketika ada pembahasan tentang perubahan iklim yang ekstrim. Kemudian ada seseorang yang merespon, “Ah, kamu mah tinggal di rumah mewah. Pendapatmu nggak guna!” Persoalaan tempat tinggal seseorang jelas tidak ada hubungannya dengannya yang berargumen mengenai perubahan iklim yang ekstrem.
2. Appeal to Popularity
Sesat pikir yang satu ini melibatkan opini pernyataan sebagian besar masyarakat. Kesalahan pikir ini sering terjadi karena dipercayai benar sebab digunakan atau dikenal sebagian besar masyarakat.
Contoh logical fallacy appeal to popularity yang sering ditemui adalah ketika membahas soal universitas terbaik, kemudian ada seseorang yang beropini, “Universitas terbaik itu udah jelas universitas negri, dong. Apalagi Univ X. Lulusan situ pasti gampang dapet kerjaan enak.” Argumen seperti itu tentu saja salah karena universitas negri atau swasta sama-sama baik serta lulusan univeritas tertentu tidak pasti mendapat mudah mendapat pekerjaan.
3. False Dilemma
Selanjutnya, ada false dilemma. Sesat pikir ini terjadi ketika seseorang mengaitkan dua pilihan yang salah.
Contoh logical fallacy false dilemma adalah ketika seorang perempuan membahas mengenai kerja keras dimulai dari nol, kemudian ada seseorang yang merespon, “Ah, kamu mah kalo nggak terlahir dari orang tua kaya ya nikah sama cowok kaya!” Pendapat tersebut tentu sesat karena logika si perespon seperti mengatakan bahwa seorang perempuan tidak bisa sukses sendiri mulai dari nol.
4. Straw Man
Straw man terjadi ketika seseorang penutur sesat pikir menyederhanakan argumen orang lain secara salah. Tujuannya agar argumen yang ada terdengar lebih simpel dan mudah dipahami, tetapi memakai argumen lain yang tidak berkaitan dengan topik pembahasan.
Contoh straw man yang sering ditemui terjadi dalam hubungan romansa. Misalnya ketika kamu diajak pasanganmu untuk menonton film dan kamu menolak karena tidak ada film bagus yang sedang tayang. Pasanganmu memberikan pilihan lain yaitu makan malam di sebuah kafe, tapi kamu juga menolak karena tidak lapar. Tiba-tiba pasanganmu berkata, “Oh, jadi kamu udah bosen jalan sama aku?” Perkataan pasanganmu tentu saja tidak benar dan sangat diluar konteks alasan kamu menolak ajakannya.
5. Post Hoc
Logical fallacy yang satu ini terjadi ketika seseorang merasa terlalu percaya dengan suatu hal dan terkesan hiperbola atau terlalu berlebihan dengan hal tersebut. Post hoc juga berarti keadaan ketika seseorang percaya bahwa suatu peristiwa berarti adalah tanda untuk sebuah peristiwa lain yang akan datang. Contohnya orang yang percaya bahwa kejatuhan cicak dapat membawa malapetaka, kedatangan burung piak atau gagak akan mendatangkan kematian, atau kuku orang yang meninggal akan menjadi kunang-kunang dan mendatangi rumah keluarganya pada malam hari untuk menyapa.
6. Circular Argument
Logical fallacy yang satu ini adalah tipe yang paling umum ditemui. Circular argument terjadi ketika pendapat seseorang hanya berputar-putar dan terus diulang tiada akhir. Hal ini bisa menjadi sesat pikir karena inti dari argumen yang disampaikan menjadi hilang atau tidak berarti.
7. Slippery Slope
Sesat pikir ini terjadi ketika seseorang berargumen sebab-akibat yang salah. Contohnya ketika kamu mememberi makan kucing liar, kemudian ada seseorang yang mengatakan, “Kalo kamu suka kasih makan kucing liar, harusnya kamu kasih makan semuanya nggak cuma satu aja. Selamatkan juga kucing-kucing liar yang sakit atau ketabrak mobil. Kamu kan pecinta kucing.” Logika tersebut tentu salah karena seorang pecinta kucing mustahil untuk mengurus semua kucing liar yang ada. Seorang pecinta kucing juga tidak wajib menyelamatkan dan memberi makan semua kucing liar yang ada.
8. Gambler’s Fallacy
Logical fallacy yang ini terjadi ketika seseorang memiliki pola pikir yang percaya akan sesuatu berjangka pendek pasti akan terjadi. Contohnya ketika seseorang berkata, “Wah, udah seminggu hujan terus nih. Besok juga pasti hujan deras.” Atau “Anaknya Bu X ada tiga semuanya dokter. Pasti anaknya yang keempat dan kelima juga akan jadi dokter.” Pemikiran tersebut jelas salah karena anak si Ibu X yang keempat dan kelima tidak pasti menjadi dokter di kemudian hari.
Itu dia beberapa macam logical fallacy yang sering ditemui. Kesalahan dalam mengutarakan argumen memang kerap terjadi, baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan. Logical fallacy tentu bisa berakibat fatal karena dapat menyebabkan kesalahpahaman baik dalam skala kecil atau skala besar yang dipercaya masyarakat luas. Jika sesat pikir ini dipercaya dalam skala besar, tentu dapat menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Contohnya logical fallacy mengenai virus Covid-19 yang memiliki presentase kesembuhan tinggi sehingga tidak perlu ada perlakuan khusus untuk menghadapi virus ini. Jika hal ini dipercaya masyarakat luas, masyarakat bisa menganggap Covid-19 sama entengnya dengan virus lain sehingga tidak perlu mengikuti protokol kesehatan. Akibatnya, pandemi Covid-19 tidak kunjung selesai.
Maka dari itu, alangkah lebih baik untuk kita memahami konteks pembicaraan, mengerti situasi lawan bicara, dan berpikiran terbuka serta melatih pemikiran kritis kita sebelu menyampaikan argumen agar tidak menyebabkan sesat pikir. Dan jika kita menulis sebuah tulisan, sebaiknya dicek (proofread) terlebih dahulu sebelum dipublikasikan.