Sosiolinguistik adalah bidang studi yang mengkaji hubungan antara bahasa dan masyarakat. “Alih kode” (code-switching) dan “campur kode” (code-mixing) adalah fenomena yang menarik untuk dikaji. Kedua fenomena ini mengungkapkan dinamika kompleks antara bahasa dan identitas sosial, budaya, serta situasi komunikasi. Artikel ini akan menjelaskan apa itu alih kode dan campur kode.
Pengertian Kode
Hirarki kebahasaan menyebut kode sebagai salah satu variannya. Selain kode, terdapat beberapa variasi antara lain varian resional (dialek geografis), varian klas sosial (sosiolek), ragam dan gaya (laras bahasa), dan varian kegunaan (register). Masing-masing varian merupakan tingkatan tertentu dalam kebahasaan dan semuanya termasuk ke dalam cakupan kode.
Manusia berkomunikasi menggunakan alat verbal berupa bahasa dan mereka tidak hanya mengenal satu bahasa. Manusia dapat mengenali beragam bahasa di dunia, seperti bahasa Inggris, bahasa China, bahasa Indonesia, atau bahasa Jawa. Bahasa-bahasa tersebut adalah varian dari bahasa, dan ini dikenal dengan istilah kode. Dengan demikian, maka dalam bahasa memuat macam-macam kode.
Selanjutnya, apabila terdapat perbedaan dialek bahasa misalnya pada bahasa Jawa Solo – Jogja – Banyumas – Surabaya, itu disebut variasi resional. Maka dari itu, setiap kode tedapat kemungkinan variasi resional. Dalam variasi resional tersebut, apabila terdapat tingkatan bahasa misal pada bahasa Jawa tingkat rendah (ngoko), mengengah ngoko alus, dan krama inggil (tinggi) maka itu disebut sebagai kelas sosial dan merupakan bagian dari variasi resional.
Kemudian, dalam bahasa Indonesia terdapat baku dan tidak baku maka ini disebut ragam bahasa. Lalu, dalam setiap ragam bahasa terdapat gaya, antara lain gaya sopan, gaya hormat, gaya santai dan sebagainya. Sementara itu, register adalah perbedaan dalam penggunaan bahasa seperti, bahasa berita, bahasa pidato, bahasa doa, bahasa melawak dan sebagainya.
Dari penjelasan tersebut, hierarki kebahasaan dimulai dari “bahasa” sebagai level tertinggi yang di dalamnya terdapat kode-kode yang didalamnya juga terdapat sub kode berupa varian, gaya, dan register.
Alih Kode (Code-Switching)
alih kode adalah peralihan antara satu kode dengan kode yang lain Fenomena ini terjadi ketika penutur menggunakan dua atau lebih bahasa dalam satu kesatuan tuturan atau dalam percakapan yang sama. Hal ini terjaadi apabila seseorang penutur menggunakan kode A (misal bahasa Indonesia) kemudian beralih menggunakan kode B (misal bahasa Jawa). Kode yang mempunyai banyak varian memungkinkan peralihan dengan wujud varian, ragam, gaya atau register. Peralihan ini dapat diamati dengan tingkat tata bunyi, tatakata, tatabentuk, tatakalimat, maupun tatawacananya.
Alih kode sering terjadi ketika penutur merasa nyaman menggunakan bahasa yang berbeda tergantung pada konteks sosial atau situasi komunikasi tertentu. Beberapa contoh alih kode melibatkan penggabungan bahasa ibu dan bahasa asing dalam satu kalimat atau percakapan. Berikut merupakan faktor penyebab alih kode.
Penutur, kadangkala mereka berusaha beralih kode terhadap lawan tuturnya karena suatu maksud.
Lawan tutur, masyarakat multilingual ingin mengimbangi bahasa yang digunakan lawan tuturnya.
Hadirnya penutur ketiga, dua orang berasal dari suku sama berbicara sesuai bahasa mereka tiba-tiba hadir orang ketiga diluar suku, mereka akan beralih kode yang ketiganya sama-sama mengerti bahasa tersebut.
Pokok pembicaraan (topik), apabila perbincangan formal berubah menjadi informal biasanya juga disertasi peralihan kode.
Membangkitkan rasa humor, berwujud alih varian, alih ragam, atau alih gaya untuk menghadapi suasana yang tegang atau untuk menghibur.
Sekedar bergengsi, faktor sosio-situasional tidak mengharuskan penutur untuk beralih kode namun ia melakukan didasari karena menilai bahasa lain lebih baik.
Alih kode mencerminkan keterampilan penutur dalam mengadaptasi bahasa mereka untuk berinteraksi dengan beragam kelompok sosial atau untuk menyampaikan nuansa dan makna tertentu yang mungkin sulit diekspresikan dalam satu bahasa saja. Dalam konteks sosiolinguistik, alih kode juga dapat mencerminkan perubahan identitas sosial atau pemilihan bahasa yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai kelompok tertentu.
Campur Kode (Code-Mixing)
Saling ketergantungan bahasa (langugae depedency) dalam masyarakat multilingual ialah terjadinya gejala campur kode. Campur kode adalah fenomena di mana penutur menggabungkan unsur-unsur dari dua atau lebih bahasa dalam satu tuturan atau kalimat. Campur kode terjadi ketika dalam suatu tuturan terjadi percampuran atau kombinasi antara variasi-variasi dalam satu klausa yang sama.
Konteks dan relevansi situasi adalah ciri ketergantungan pada alih kode. Adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan adalah ciri ketergantungan dalam campur kode. Siapa yang menggunakan bahasa itu adalah peranan yang dimaksud. Fungsi kebahasaan adalah apa yang hendak diacapai oleh penutur.
Dalam hal ini, perlu megetahui latar belakang penutur, misalnya latar belakang sosial, tingkat pendidikan, keagamaan, dan sebagainya. Bentuk campur kode dipengaruhi oleh sifat-sifat penutur mempengaruhi bentuk campur kodenya. Campur kode dapat mengungkapkan dinamika dalam perubahan bahasa dan identitas sosial. Campur kode juga dapat digunakan untuk mengekspresikan identitas ganda atau identitas yang kompleks dalam konteks sosial tertentu.
Orang yang menguasai banyak bahasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk bercampur bahasa. Akan tetapi hal ini tidak menjadi penentu campur kode karena apa yang hendak dicapai penutur adalah yang menentukan pilihan bahasanya.
Latar belakang terjadinya campur kode adalah sikap (attitudinal type) dan kebahasaan (linguistic type) yang keduanya saling bergantung. Berikut merupakan alasan terjadinya campur kode berdasarkan latar belakang tersebut.
- Identifikasi peranan ditentukan oleh sosial, registral, dan edukasional.
- Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa setempat ketika penutur melakuka campur kode.
Keinginan untuk menjelaskan, bertujuan untuk menjelaskan atau menafsirkan kesan antara masing-masing penutur terhadap latar belakangnya.
Implikasi dalam Sosiolinguistik
Perilaku untuk menyatakan identitas sosial, keanggotaan kelompok, dan norma sosial dalam masyarakat multilingual mempengaruhi alih kode dan campur kode. Berikut merupakan implikasinya dalam ranah sosiolinguistik.
Identitas Sosial
Alih kode dan campur kode mencerminkan individu mengkonstruksi identitas sosial mereka. Penggunaan bahasa tertentu atau campur kode tertentu dapat mengindikasikan afiliasi dengan kelompok tertentu.
Pengaruh Sosial
Fenomena ini mencerminkan pengaruh sosial dan budaya dalam penggunaan bahasa. Misalnya, penggunaan bahasa dominan atau bahasa minoritas dapat mencerminkan hierarki sosial di dalam suatu masyarakat.
Kepentingan Politik dan Kekuasaan
Alih kode dan campur kode mencerminkan dinamika politik dan kekuasaan dalam masyarakat multilingual. Penggunaan bahasa tertentu dapat menjadi simbol politik atau perlawanan.
Keterbatasan dan Kreativitas
Fenomena ini mengungkapkan sejauh mana penutur bahasa memiliki fleksibilitas dalam menggunakan bahasa mereka. Ini mencerminkan keterbatasan bahasa sebagai alat komunikasi, tetapi juga menunjukkan kreativitas penutur dalam menciptakan dialek baru. Dalam hal ini, terjadi pada fenomena bahasa Jaksel, di Jakarta Selatan yang seringkali menggunakan alih dan campur kode dalam bahasa Inggris.
Pembelajaran Bahasa
Dalam konteks pendidikan, pemahaman alih kode dan campur kode dapat membantu guru dan siswa memahami proses belajar dan pengajaran bahasa dengan lebih baik.
Alih kode dan campur kode adalah bagian penting dari kajian sosiolinguistik karena menggambarkan kerumitan dan keanekaragaman bahasa dalam masyarakat multilingual. Fenomena ini memungkinkan kita untuk lebih memahami bagaimana bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai ekspresi budaya, identitas, dan kekuasaan dalam masyarakat yang kompleks.