Apa itu Tulisan Jawa Kuno?
Tulisan Jawa Kuno juga dikenal dengani “Aksara Kawi” atau “Aksara Jawa Kuno,” adalah sistem penulisan kuno untuk menulis bahasa Jawa pada masa lampau di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Sistem penulisan ini memiliki ciri khas dengan karakter-karakter aksara yang berbentuk melengkung dengan detail yang rumit.
Tulisan ini adalah salah satu aspek penting warisan budaya Indonesia yang memiliki nilai sejarah dan seni yang tinggi. Aksara ini ditulis dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan, dan ada beberapa varian aksara yang digunakan dalam berbagai konteks, seperti aksara Pallawa, aksara Surakarta, dan aksara Mataram. Selain itu, setiap karakter dalam aksara ini memiliki makna fonetis, dan dalam sistem penulisan Jawa Kuno, vokal diwakilkan oleh diakritik yang disebut “cecak” atau “pancong.”
Sejarah Tulisan Jawa Kuno
Tulisan Jawa kuno sangat bersejarah bagi Indonesia. Sistem penulisan ini pertama kali muncul pada abad ke-4 Masehi, dan penggunaannya berkembang pesat selama periode Kekaisaran Sriwijaya dan Majapahit. Kemudian, aksara jawa ini juga digunakan untuk menulis berbagai teks, termasuk naskah sastra seperti Kakawin Ramayana dan Kakawin Bharatayuddha, yang mengisahkan kisah-kisah epik dan legenda.
Dengan berjalannya waktu, sistem penulisan Jawa berkembang dan mengalami variasi. Sementara itu, aksara Jawa Tengahan muncul sekitar abad ke-9 hingga abad ke-14 Masehi. Setelah itu aksara Jawa modern muncul dengan bentuk yang lebih sederhana dan praktis. Selanjutnya, Aksara ini berkembang seiring dengan pengaruh Islam dan perkembangan komunikasi modern.
Saat ini, aksara Jawa modern lebih umum digunakan untuk menulis bahasa Jawa, dan tulisan Jawa kuno umumnya hanya ditemukan dalam konteks keagamaan, sejarah, atau seni tradisional. Tulisan Jawa kuno adalah bagian penting dari warisan budaya Indonesia dan memiliki nilai historis yang tinggi dalam merekam sejarah, sastra, dan budaya Jawa.
Makna Tulisan Jawa Kuno
Aksara jawa tersebut berjumlah 20 huruf yang biasa dilafalkan hanacaraka, datasawala, padhajayanya, dan magabathanga. Semua huruf aksara Jawa kuno ini memiliki makna yang dalam dan mewakili keyakinan orang Jawa akan harmoni. Dalam pandangan yang berbeda-beda, huruf-huruf ini mencerminkan hubungan antara Tuhan, manusia, dan peran serta manusia dalam menjalankan takdirnya.
Faktanya, aksara tersebut mempunyai makna yang melegenda hingga saat ini. Aksara tersebut diciptakan untuk mengenang dua prajurit setia dari Pangeran Ajisaka.
Dikisahkan, Pangeran Ajisaka memberi tugas kepada dua prajuritnya untuk menjaga pusakanya. Akan tetapi, karena kesalahpahaman kedua prajurit itu berkelahi hingga keduanya tewas. Diambil dari kisah tersebut, terdapat beberapa makna yang terkandung pada aksara Jawa.
Hanacaraka = ada utusan
Datasawala = terlibat perselisihan dan perkelahian
Padhajayanya = sama-sama kuat
Magabathanga = akhirnya keduanya tewas bersama
Ada juga yang berpendapat bahwa aksara Jawa mempunyai filosofi yang cukup dalam, yaitu setiap manusia harus tunduk dan patuh kepada sang pencipta. Berikut maknanya.
Hana-caraka (ada utusan/ca ra ka : cipta rasa karsa)
Data-sawala (datan suwala : tidak menentang, tidak keberatan)
Padha-Jayanya (sama-sama meraih kemenangan)
Magha-bathanga (mudhi/meletakan pada tempat yang tinggi, wujud kesaksian.
Makna dalam Islam
Sejarah aksara Jawa yang bekembang di era kerajaan Islam, maka hal ini juga yang membuatnya mempunyai keterkaitan makna dalam Islam. Adapun, berikut adalah penjelasan maknanya.
Hana-caraka, yang berarti utusan, mengacu pada utusan kehidupan, yaitu nafas yang memiliki tanggung jawab untuk menyatukan jiwa dengan tubuh manusia. Ini mencerminkan keberadaan pencipta (Tuhan), makhluk (manusia), dan tugas yang Tuhan berikan kepada manusia.
Data-sawala, yang berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan saatnya (dipanggil), tidak dapat menghindar, dan harus bersedia menerima serta menjalankan kehendak Tuhan.
Padha-Jayanya, yang berarti penyatuan zat pemberi hidup (iIlahi) dengan yang diberi hidup (makhluk). Ini menunjukkan bahwa setiap jiwa manusia harus sesuai dengan perbuatannya, mencerminkan keselarasan batin dalam perbuatan yang dilakukan dengan ketulusan dan kejujuran.
Magha-bathanga, yang berarti menerima segala perintah dan larangan Tuhan serta berserah pada garis takdir, walaupun manusia diberi kebebasan untuk berusaha mengatasi tantangan.
Nilai-nilai dalam budaya Indonesia
Sejarah
Aksara Jawa Kuno adalah alat penting untuk merekam sejarah dan budaya Indonesia. Prasasti batu beraksara Jawa Kuno, seperti Prasasti Sukabumi, menyimpan informasi berharga tentang pemerintahan dan peristiwa di masa lalu.
Sastra
Karya-karya sastra klasik seperti Kakawin Ramayana dan Kakawin Bharatayuddha ditulis dalam Aksara Jawa Kuno. Mereka adalah bagian penting dari sastra Jawa yang menyampaikan nilai-nilai budaya, moral, dan epik.
Keagamaan
Aksara Jawa kuno digunakan dalam naskah-naskah keagamaan seperti Kitab Suci Weda, Ramayana, dan Mahabharata. Ini penting dalam praktik agama Hindu dan Buddha di Indonesia.
Seni Tradisional
Aksara Jawa Kuno digunakan dalam seni tradisional seperti seni wayang kulit, seni ukir, dan seni kaligrafi. Ini mencerminkan keindahan estetika dan kreativitas budaya Indonesia.
Dengan nilai sejarah, sastra, dan seni yang tinggi, Meskipun sekarang jarang digunakan dalam komunikasi sehari-hari, upaya untuk mempertahankan dan memahami warisan ini terus berlanjut melalui pendidikan dan upaya pelestarian budaya. Aksara Jawa Kuno tetap menjadi penjaga identitas dan jendela ke masa lalu yang kaya dalam budaya Indonesia.